INFEKSI NIFAS
A.
Definisi
Infeksi Nifas
Infeksi nifas (infeksi puerperalis)
adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari endometrium
bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi
nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting penyakit ini. Demam
dalam nifas sering juga disebut morbiditas nifas merupakan index kejadian
infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga
disebabkan oleh pyelitis, Infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus dan lain-lain
(Krisnadi, R. Sofie, 2005).
Istilah infeksi nifas mencakup semua
peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alat
genital pada waktu persalinan dan nifas.Masuknya kuman – kuman dapat terjadi
dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah
demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Morbiditas puerpuralis adalah
kenaikan suhu badan sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
postpartum, kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali sehari secara oral (dari
mulut) (Wiknjosastro, 2006).
Infeksi masa nifas (pireksia nifas)
didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh sampai 38C atau lebih, yang
berlangsung selama 24 jam atau kambuh kembali sejak akhir 1 sampai akhir hari
ke 10 setelah melahirkan atau abortus (Jones, L. Derek, 2002).
B.
Etiologi
Kemungkinan besar penolong persalinan
membawa kuman ke dalam rahim penderita, yakni dengan membawa mikroorganisme
yang telah ada dalam vagina ke atas, misalnya dengan pemeriksaan dalam. Mungkin
juga tangan penolong atau alat – alat yang masuk membawa kuman – kuman dari
luar dan dengan infeksi tetes. Dan mungkin juga infeksi disebabkan koitus pada
bulan terakhir.
Faktor
yang terpenting yang memudahkan terjadinya infeksi nifas ialah perdarahan dan
trauma persalinan. Perdarahan merupakan daya tahan tubuh ibu, sedangkan trauma
memberikan porte d’entrée dan
jaraingan nekrotis merupakan media yang subur bagi mikroorganisme. Demikian
juga partus lama, retensio plasenta sebagian atau seluruhnya memudahkan
terjadinya infeksi. Keadaan umum ibu merupakan yang ikut menentukan, seperti
anemia dan malnutrisi karena melemahnya daya tahan tubuh(Krisnadi, R. Sofie, 2005).
Bakteri yang menyebabkan infeksi nifas
antara lain :
1. Streptococcus haemolyticus
aerobicus. Streptokokkus ini merupakan infeksi
yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita
lain, alat atau kain yang steril, infeksi tenggorikan orang lain).
2. Stapilococcus aureus.
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang
menjadi sebab infeksi umum. Stapilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit dan
dalam tenggorokan orang – orang yang nampaknya sehat.
3. Escherichia coli.
Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing atau rectum dan dapat
menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini
merupakan sebab penting infeksi traktus urinarius.
4. Clostridium welchii.
Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat anerobik jarang ditemukan, akan tetapi
sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan
partus yang ditolong oleh dukun(Wiknjosastro, 2006).
C.
Gejala
– gejala
1. Sapremia
(“retention fever”)
Demam
karena retensi gumpalan darah atau selaput janin. Demam ini dapat turun segera
setelah darah dan selaput keluar. Keadaan ini dicurigai jika pasien yang demam
merasakan his royan. Jika penderita demam dan perdarahan banyak, mungkin ada
jaringan plasenta yang tertinggal.
2. Luka
perineum, vulva, vagina, serviks
3. Endometritis
4. Tromboflebitis
pelviks
5. Tromboflebitis femoralis
6. Sepsis
puerperalis
7. Peritonitis
8. Parametritis
9. Salpingitis
(Krisnadi, R. Sofie, 2005)
D.
Cara
Terjadinya Infeksi
Infeksi
dapat terjadi sebagai berikut :
1. Tangan
pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat –alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman – kuman.
2. Droplet infection.
Sarung tangan atau alat – alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu – pembantunya. Oleh karena itu
hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan
masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar
bersalin.
3. Dalam
rumah sakit selalu banyak kuman – kuman patogen, berasal dari penderita –
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman – kuman ini bias dibawa oleh
aliran udara ke mana – mana, antara lain ke handuk, kain dan alat – alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada
waktu nifas.
4. Koitus
pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya air ketuban.
5. Infeksi
intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala – gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus
lama, apabila jika ketuban sdah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejala – gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia, denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air
ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman –
kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion
dapat menimbulkan infeksi pula pada janin(Wiknjosastro, 2006).
E.
Predisposisi
1. Semua
keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak,
pre-eklampsia, juga infeksi lain pneumonia, penyakit jantung, dan sebagainya.
2. Partus
lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3. Tindakan
bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
4. Tertinggalnya
sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
(Krisnadi, R.
Sofie, 2005).
F.
Patologi
Setelah persalinan, tempat bekas
perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan luka yang cukup besar untuk
masuknya mikroorganisme.
Patologi
infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
·
Terbatas pada lukanya (infeksi
luka perineum, vagina, serviks, atau endometrium).
·
Infeksi itu menjalar
dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan
peritonitis) (Krisnadi, 2005).
Setelah kala III, daerah bekas insersio
plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira – kira 4 cm. Permukaannya
tidak rata, berbenjol – benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus.
Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman –kuman dan masuknya
jenis – jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum, yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman – kuman patogen. Proses radang dapat terbatas
pada luka – luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
Infeksi
nifas dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
§ Infeksi
yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
§ Penyebaran
dari tempat – tempat tersebut melalui vena – vena, melalui jalan limfe, dan
melalui permukaan endometrium (Wiknjosastro, 2006).
G.
Klasifikasi
1. Infeksi
yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, endometrium antara lain:
ü Vulvitis
ü Vaginitis
ü Servitis
ü Endometritis
2. Penyebaran
melalui pembuluh darah antara lain:
ü Septikemia
dan piemia
3. Penyebaran
melalui jalan limfe dan jalan lain antara lain:
ü Peritonitis
ü Parametritis
4. Penyebaran
melalui permukaan endometrium antara lain:
ü Salpingitis
ü Ooforitis
(Krisnadi, R. Sofie, 2005)
H.
Pencegahan
Infeksi
v Selama
kehamilan
·
Memperbaiki keadaan
gizi
·
Koitus pada saat
kehamilan tua
·
Mencegah terjadinya
anemia
·
Pemeriksaan dalam
jangan terlalu sering dilakukan tanpa indikasi
v Selama
persalinan
·
Hindari pemeriksaan
dalam nerulang – ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik.
·
Hindari partus terlalu
lama dan ketuban pecah lama.
·
Jagalah sterilitas
kamar bersalin dan pakailah masker, alat – alat harus suci hama.
·
Perlukaan – perlukaan
jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam.
v Selama
nifas
·
Luka – luka dirawat
dengan baik jangan sampai kena infeksi.
·
Penderita dengan
infeksi nifas sebiknya diisolasi.
·
Tamu yang berkunjung
harus dibatasi.
(Wiknjosastro,
2006)
I.
Pengobatan
Antibiotik memegang peranan penting
dalam pengobatan infeksi nifas. Tentu jenis antibiotika yang paling baik ialah
yang mempunyai khasiat yang nyata terhadap kuman – kuman yang menjadi penyebab
infeksi nifas. Sebelum terapi antibiotika dilakukan pembiakan getah vagina
serta serviks, jika perlu juga dari darah dilakukan tes – tes kepekaan untuk
menentukan terhadap antiiotika ana kuman yang bersangkutan peka.
Biasanya
antibiotika penicillin dalam dosis tinggi(Wiknjosastro, 2006).
Komentar