HIV/AIDS
a.
Pengertian
AIDS adalah suatu sindrom
penyakit defisiensi imunitas seluler yang didapat, yang pada penderitanya tidak
dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut. Akibat adanya kehilangan
kekebalan, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur,
parasit dan virus tertentu, yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita
AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limfoma
yang hanya menyerang otak (Budimulja U 2002; 405).
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV (Scorviani V, Nugroho T 2011; 3).
Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala
penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat
dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Widoyono 2008; 83).
b.
Etiologi
Pada tahun 1983, ilmuan
Perancis Montagnier (Institute Pasteur, Paris) mengisolasi virus dari pasien
dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV, sehingga virus ini
dinamakan lymphadenopathy associated
virus (LAV). Pada tahun 1984 Gallo (National Institute Of Health, USA)
menemukan virus human T lymphotropoc
virus (HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS.
Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan beberapa tipe HIV, yaitu HIV-1 yang sering menyerang manusia dan
HIV-2 yang ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV termasuk subfamili lentivirinae dari famili Retroviridae.
Asam nukleat dari famili
retrovirus adalah RNA yang mampu membentuk DNA dari RNA. Enzim transkriptase
reversi menggunakan RNA virus sebagai “cetakan” untuk membentuk DNA. DNA ini
bergabung dengan kromosom induk (sel limfosit T4 dan sel makrofag) yang
berfungsi sebagai pengganda virus HIV.
c.
Cara
Penularan
Menurut Widoyono (2008; 85),
penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh
seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam saliva, air
mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan
keringat. Pria yang disunat memiliki risiko HIV yang lebih kecil dibandingkan
dengan pria tidak disunat.
Selain melalui cairan tubuh,
HIV juga ditularkan melalui :
1) Ibu
hamil
a) Secara
intrauterin, intrapartum, dan postpartum (ASI).
b) Angka
transmisi mencapai 20-50%.
c) Angka
transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
d) Laporan
lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11-29%.
e) Sebuah
studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian pada dua kelompokibu,
yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia
bayinya, melaporkan bahwa angka penularan HIV pada bayi yang belum disusui
adalah 14% (yang diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan
persalinan), dan angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya
disusui.
2) Jarum
suntik
a) Prevalinsi
5-10%.
b) Penularan
HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena penyalahgunaan
obat.
c) Di
antara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa, penggunaan obat
suntik di Jakarta sebanyak 40% terinveksi HIV, di Bogor 25%, dan di Bali 53%.
3) Transfusi
darah
a) Risiko
penularan sebesar 90%.
b) Prevalinsi
3-5%.
4) Hubungan
seksual
a) Prevalensi
70-80%.
b) Kemungkinan
tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.
c) Model
penularan ini adalah yang tersering didunia. Akhir-akhir ini dengan semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom, maka penularan
melalui jalur ini cenderung menurun dan digantikan oleh penularan melalui jalur
penasun (pengguna narkoba suntik).
d.
Tanda
dan Gejala
Munculnya sindroma pada
penderita AIDS erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh, yang
prosesnya tidak terjadi seketika. Melainkan sekitar 5 sampai 10 tahun setelah
seseorang terinfeksi HIV. Dengan kata
lain, munculnya gejala AIDS tidaklah segera setelah seseorang tertular HIV,
melainkan setelah 5-10 tahun (Harahap dan Lita, 2004).
Menurut WHO AIDS memiliki
gejala dan tanda mayor dan minor. Adapun gejala mayor tersebut anatara lain
kehilangan berat badan (BB) >10%, diare kronik > 1 bulan, demam > 1
bulan, sedangkan tanda minornya adalah batuk menetap > 1 bulan, dermatitis pruritis (gatal), herpes zoster berulang, kandidiasis orofaring, herpes simpleks yang luas dan berat, dan
limfadenopati yang luas. AIDS
mempunyai tanda lain sarkoma kaposi
yang meluas, meningitis kriptokokal
(Widoyono, 2008; 87).
Bertitik tolak dari perjalanan penyakit
yang seperti ini maka penderita AIDS di masyarakat sering dibedakan di dalam 2
kelompok, yaitu penderita telah mengidap HIV tetapi belum menampakkan gejala
AIDS. Penderita yang seperti ini disebut dengan penderita HIV positif. Kelompok
kedua adalah penderita yang telah bertahun-tahun mengidap HIV dan pada suatu
saat, karena kekebalan tubuhnya makin berkurang, menampakkan gejala AIDS.
Penderita yang seperti ini disebut dengan penderita AIDS positif (Harahap,
2004).
e.
Diagnosis
1)
Tes antibodi
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji – kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma, tes
tersebut yaitu:
a) Tes
Enzym – Linked Immuno Sorbent Assay
(ELISA) untuk mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada
virus HIV. ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV. Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody HIV disebut seropositif.
b) Western
Blot Assay untuk mengenali antibody HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
c) Indirect Immunoflouresence untuk pengganti
pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
d) Radio Immuno Precipitation Assay
(RIPA) untuk mendeteksi protein dari pada natibody.
f.
Pencegahan
Dengan ditemukannya HIV pada
waktu ini sedang diusahakan pembuatan vaksin. Tetapi, melihat pengalaman
pembuatan vaksin hepatitis B yang memerlukan waktu kurang lebih 17 tahun, untuk
hal ini masih diperlukan waktu yang lama.
Yang jelas adalah cara
transmisi virus AIDS ini berlangsung melalui hubungan seksual, menggunakan
jarum suntik bersama dan sebagian kecil melaui transfusi darah maupun komponen
darah. Oleh karena itu ada beberapa cara yang dapat ditempus untuk mengurangi
penularan penyakit.
1)
Kontak seksual harus dihindari dengan orang
yang diketahui menderita AIDS dan orang yang sering menggunakan obat bius
secara intravena.
2)
Mitra seksual multipel atau hubungan seksual
dengan orang yang mempunyai banyak teman kencan seksual, memberikan kemungkinan
lebih besar mendapat AIDS.
3)
Cara hubungan seksual yang dapat merusak
selaput lendir rektal, dapat mempersebar kemungkinan mendapat AIDS. Sanggama
anal pasif yang pernah dilaporkan pada beberapa penelitian menunjukkan korelasi
tersebut. Walaupun belum terbukti, kondom dianggap salah satu cara untuk
menghindari penyakit kelamin, cara ini masih merupakan anjuran.
4)
Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat
bius intravena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk tersebut
dan melarang penggunaan jarum suntik bersama.
5)
Semua orang yang tergolong beresiko tinggi
AIDS seharusnya tidak menjadi donor.
6)
Para dokter harus ketat mengenai indikasi
medis transfusi darahaotolog yang dianjurkan untuk dipakai.
Komentar